Coba merangkai kata
masalah KORUPSI mungkin bisa bermanfaat
Dengan
pikiran yang kita sederhanakan, saya mencoba memilah-milah sehingga ditemukan
akar permasalahan yang dasar dari korupsi dan semoga bermanfaat.
Kita
mulai dari arti korupsi, saya ambil dari blogger tetangga sebelumnya minta maaf
yah, malas mikir untuk arti korupsi karena sudah banyak dan sering di tulis di
artikel dimanapun tempatnya……Intinya memberikan gambaran bahwa Korupsi adalah
tindakan yang merugikan bangsa dan masyarakat, jadi harus di kurangi sampai
habis dan pelakunya di hukum sesuai hukum, dan yang penting sistemnya di
lakukan perbaikan berkelanjutan, dengan fokus terhadap pencegahan tindakan
korupsi.
Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang
artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi menurut
Huntington
(1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang
diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka
memenuhi kepentingan pribadi.
Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum.
Selanjutnya, dengan merujuk definisi Huntington diatas, Heddy Shri Ahimsha-Putra (2002) menyatakan bahwa persoalan korupsi adalah persoalan politik pemaknaan.
Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Seorang sosiolog Malaysia Syed Hussein Alatas secara implisit menyebutkan tiga bentuk korupsi yaitu sogokan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme.
Alatas mendefinisikan nepotisme sebagai pengangkatan kerabat, teman, atau sekutu politik untuk menduduki jabatan-jabatan publik, terlepas dari kemampuan yang dimilikinya dan dampaknya bagi kemaslahatan umum (Alatas 1999:6).
Inti ketiga bentuk korupsi menurut kategori Alatas ini adalah subordinasi kepentingan umum dibawah tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran-pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, yang dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan sikap masa bodoh terhadap akibat yang ditimbulkannya terhadap masyarakat.
Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.
Mengutip Robert Redfield, korupsi dilihat dari pusat budaya, pusat budaya dibagi menjadi dua, yakni budaya kraton (great culture) dan budaya wong cilik (little culture). Dikotomi budaya selalu ada, dan dikotomi tersebut lebih banyak dengan subyektifitas pada budaya besar yang berpusat di kraton. Kraton dianggap sebagai pusat budaya. Bila terdapat pusat budaya lain di luar kraton, tentu dianggap lebih rendah dari pada budaya kraton. Meski pada hakikatnya dua budaya tersebut berdiri sendiri-sendiri namun tetap ada bocoran budaya.
Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum.
Selanjutnya, dengan merujuk definisi Huntington diatas, Heddy Shri Ahimsha-Putra (2002) menyatakan bahwa persoalan korupsi adalah persoalan politik pemaknaan.
Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Seorang sosiolog Malaysia Syed Hussein Alatas secara implisit menyebutkan tiga bentuk korupsi yaitu sogokan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme.
Alatas mendefinisikan nepotisme sebagai pengangkatan kerabat, teman, atau sekutu politik untuk menduduki jabatan-jabatan publik, terlepas dari kemampuan yang dimilikinya dan dampaknya bagi kemaslahatan umum (Alatas 1999:6).
Inti ketiga bentuk korupsi menurut kategori Alatas ini adalah subordinasi kepentingan umum dibawah tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran-pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, yang dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan sikap masa bodoh terhadap akibat yang ditimbulkannya terhadap masyarakat.
Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.
Mengutip Robert Redfield, korupsi dilihat dari pusat budaya, pusat budaya dibagi menjadi dua, yakni budaya kraton (great culture) dan budaya wong cilik (little culture). Dikotomi budaya selalu ada, dan dikotomi tersebut lebih banyak dengan subyektifitas pada budaya besar yang berpusat di kraton. Kraton dianggap sebagai pusat budaya. Bila terdapat pusat budaya lain di luar kraton, tentu dianggap lebih rendah dari pada budaya kraton. Meski pada hakikatnya dua budaya tersebut berdiri sendiri-sendiri namun tetap ada bocoran budaya.
COBA KITA MULAI
MENGURAIKANNYA………
Dengan prinsip
semakin kita keakar permasalahannya semakin sederhana dan sedikit yang kita
pikirkan, intinya pola pikir dalam memecahkan masalah itu harus di bagi-bagi
sehingga mudah bagi kita untuk mengerti dan menyikapinya.
- Dalam Korupsi komponen apa saja yang ada, istilahnya apa saja yang ada di dalam unsur korupsi…..kalau saya lihat cuman ada dua, apa saja yaitu Pelaku dan Uang….Terus kalau ada pertanyaan bagaimana dengan sistemnya? Sistem di buat bilamana kita mau mengarahkan kendaraan organisasi ini maunya kemana, jadi setelah kita sudah bisa memegang yang namanya SDM yang di dalamnya ada pelaku dan tempat uang disimpan, maka kita akan mudah membuat sistem….
- Pertama kita lihat Pelaku, ada istilah tempat basah dan tempat kering (sudah umum), tanpa saya menguraikan tentunya para pakar sudah mengerti dengan jelas……
Terus apa yang kita bahas sekarang, kita lihat bukan di tempatnya tapi di
pelakunya sendiri, mulai dari pendidikan yang paling dasar di keluarga,
pendidikan di pra sekolah, sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Ketika melihat
tentang pendidikan saya memegang peran orang tua dan pendidik yang harus di
benahi pola pikirnya. Kita tidak usah bicara teori prakteknya aja
langsung…….bagaimana setuju? Okey kita mulai (karena membutuhkan waktu paling
tidak 25 tahun untuk mencetak generasi yang bersih maka perlu juga di bahas
pelaku nantinya yang sudah ada sebelum 25 tahun itu).
ORANG TUA, Diperlukan keberanian dari orang tua untuk menempatkan sesuatu
yang benar adalah benar dan sesuatu yang salah adalah salah, teori apa lagi
nih…..cukup sederhana jika anak yang melakukan kesalahan maka orang tua bisa
memikirkan bagaimana hukuman yang mendidik (apa itu hukuman mendidik, misalkan
jika melakukan kesalahan disuruh hafalan pelajaran atau uang saku ditabung,
atau apapun, dubutuhkan orang tua yang cerdik) dan jika orang tua yang
melakukan kesalahan maka berani mengakuinya. Kebalikannya jika anak melakukan
sesuatu yang benar maka ada reward yang semestinya tanpa ada unsur BERLEBIHAN
(ajaran hidup sederhana sangatlah penting). Hilangkan kesenjangan antara orang
tua dan anak, maksudnya apa lagi nih bro…..Sebutan anak itu ketika lahir sampai
sekolah menengah pertama setelah itu orang tua adalah sahabat bagi anak, kok
bisa….apakah nanti tidak takut jika anak bertingkah-laku tidak sopan atau dan lain
sebagainya……Seorang anak yang sudah mulai beranjak dewasa, mereka memiliki
panutan yang banyak…..seperti aktris, aktor, foto model, penyanyi,
syukur-syukur ilmuwan “tapi jarang”. Bagaimana dengan orang tua….orang tua
cukup mendengar, mendengar dan mendengar baru melihat dan menyimpulkan kemudian
memberikan pendekatan saran…..kalau putra-putrinya tidak mau mendengar
bagaimana, yah….kasih saran, kasih saran dan kasih saran dengan cara yang
berbeda-beda dan sekali lagi dituntut kecerdikan dari orang tua……Sedikit jadi
ahli psikologis nih, jadi mengganti tugasnya Kak Seto…….Intinya luangkan waktu
bersama putra-putri penerus bangsa…..
PENDIDIK, Kalau kita membahas pendidik untuk jaman sekarang tidak lah
mudah, kenapa demikian, karena seorang pendidik di negeri ini sangatlah sedikit
yang banyak adalah penjual, loh kok begitu, coba di lihat belum mengajar saja
sudah jualan buku….maaf bagi yang tersinggung yah. Itu kalau guru di tingkat
sekolah kalau dosen yah sama saja…..pada bingung mau ngajar dimana lagi, pada
bingung sekolah lagi, pada bingung jika track recordnya jelek…..hayooo siapa
yang mau judul skripsi, ada yang mau makalah, ada yang mau dibuatkan
skripsinya, murah cuman 5 juta aja ditanggung lulus…….
Bagaimana dengan lulusannya yah…..
Setelah peran orang tua, seorang pendidik adalah tangga kedua yang berperan
dalam mencegah korupsi, selain pelajaran mengenai science atau ilmu
(sriscience.blogspot.com ……promisi sedikit) juga mengajarkan sikap moral dan
disiplin, menjadi pendidik tidak selalu dengan muka garang dan penuh ketegangan
tapi lebih baik lagi jika mengajar sambil tersenyum….seperti yang di katakan
oleh mario teguh…tersenyum bukan berarti lemah sebagai seorang pendidik, tetapi
tersenyum dengan keteladanan sikap disiplin, disiplin waktu, disiplin uang,
disiplin tindakan….
Jika ada anak didiknya salah, berikan hukuman dan jelaskan arti hukumannya
juga, jangan hanya selesai menghukum yah sudah….tapi mengapa mereka dihukum dan
harus bagaimana selanjutnya…tentunya pendidik sekarang lebih mengerti bagaimana
bersikap sebagai seorang sebenar-benarnya pendidik, masak tidak malu sama orang
kuno seperti Ki Hajar Dewantara….dimana dulu ilmu pengetahuan juga masih kuno,
dan nutrisi makanan otak juga belum maksimal…
Luangkan waktu dalam mengajar dengan memberi contoh tentang kehidupan
sekarang baik masalah politik, korupsi sampai berita selebritis…sisipkan
nilai-nilai moral dalam membahasnya…..serta dampak yang terjadi dari
tindakan-tindakan negatif….
Terus masyarakat menilainya bagaimana biar bisa berjalan sesuai koridor
yang benar ….mudah sekali alarmnya bisa dilihat dari sikap pelajar atau
mahasiswa…mereka seperti susu murni yang belum ada tintanya…pendapat mereka
merupakan nilai dari bangsa….
Jika pelaku pengendara perahu bangsa nantinya sudah memiliki jiwa dengan
moral yang baik maka kita tidak mengkuatirkan bagaimana seharusnya sistem berjalan, karena
seburuk-buruknya sistem jika yang melakukan memiliki moral yang baik maka
outputnya akan baik pula. Kita bisa menghemat uang untuk pembahasan yang
jelimet masalah undang-undang di DPR heheheheheh karena yang mau diatur sudah
mencerminkan undang-undang itu sendiri……….
Untuk selanjutnya Pelaku “Uang”, setelah itu kita bicara sistem, baik
sistem pendidikan maupun sistem keuangan yang menyulitkan virus korupsi menyerang.
Dan bagaimana menyikapi korupsi yang sudah berlangsung, kita coba memborbardir
dengan sistem yang sudah ada, kita bahas perdepartemen yang ada di pemerintahan
saat ini dan siapa yang bertanggung jawab….mudah kan (BERSAMBUNG)…..Pulang
kerja dulu baru nanti malam di lanjut…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar